TAHUNA, MANADOPOST — Kejaksaan negeri (Kejari) Tahuna memutuskan tidak menahan tersangka penganiayaan tukang kelapa, legislator Fri Jhon Sampakang (FJS).
Jaksa memberi status penangguhan setelah mempertimbangkan Surat Jaminan Jaminan dari istri tersangka FJS, Wakil Ketua DPRD 1 Paulus Makagansa dan Badan Kehormatan DPRD Sangihe. Padahal TSK FJS sudah menjalani pemeriksaan kesehatan di Kejari Sangihe pada Kamis (13/3/2025).
Kepala Kejari Sangihe Dr. Hendra A. Ginting, S.H., M.H., melalui Kasi Herry Santoso Slamet, SH mengatakan TSK tidak ditahan karena ada penjamin dari Wakil Ketua 1 DPRD Sangihe dan Ketua Badan Kehormatan DPRD serta istri tersangka.
Jaksa juga memandang tersangka FJS masih bersikap kooperatif.
“Terkait hal tsb, bahwa terhdp tsk FJS tdk dilakukan penahanan oleh PU karena ada permohonan tidak dilakukan penahanan dari tsk dengan penjamin Wakil Ketua 1 DPRD dan Ketua Badan Kehormatan Dewan, serta istri TSK dan menimbang TSk kooperatif” ungkapnya melaui byphone, Rabu malam.
Ketua Ormas Benteng Nusantara Peps Kembuan, Merujuk Kiitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHP), penyidik baik Polri maupun Kejaksaan punya kewenangan prerogratif terhadap penentuan di tahan atau tidaknya bagi orang yang disangka karena di duga melakukan tindak pidana. Berdasarkan pasal 21 ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), boleh saja Tersangka dugaan pelaku tindak pidana tidak ditahan, karena pihak penyidik baik polri /jaksa memang benar-benar punya keyakinan bahwa tidak ada kekawatiran sedikitpun terhadap Tersangka akan menghilangkan / merusak barang bukti, berkeyakianan tidak akan melarikan diri dan yakin pula tidak mengulangi perbuatanya lagi serta dapat bersikap kooperatif.
Artinya Keyakinan dalam memutuskan sebuah sikap itu bagi Hakim dan Penyidik baik polri / Jaksa dalam hal menahan ini adalah bobotnya sama, karena filosogi titik pointnya ada di “Keyakinan” dan keyakinan ini bersifat abstrak dan absolut sulit untuk diganggu gugat. Sebetulnya cukuplah alasan hukum seandanyapun untuk tidak menahan itu berdasarkan pasal 21 ayat (1) KUHAP tersebut tidak perlu membuat alasan diluar ketentuan itu.
Membuat alasan tidak ditahannya Tersangka karena alasan diluar ketentuan tersebut justru akan mengaburkan sebuah keprofesionalan Penyidik.” jeas Kembuan
Lanjutnya, misalkan tidak ditahan dengan alasan tugas Tersangka dalam jabatanya masih perlu di selesaikan, hal ini kan ada SOP pendelegasian wewenang jika terjadi berhalangan dalam menjalankan tugasnya dilingkungan birokrasi (jika Tersangkanya ASN / Pejabat publik)
Ada lagi misalkan tidak menahan dengan alasan karena Tersangka seorang Tokoh Agama maka dalam rangka menghormati situasi menjelang Hari Raya Keagamaan maka tidak perlu ditahan biarkan sampai habis Hari Raya, begitu pula dengan kondisi Pemilu, maka sampai nunggu pasca pemilu, padahal nyata nyata Tersangka.
Artinya alasan secara argumentatif yuridis saja sebetulnya cukup untuk melakukan tidak ditahanya seorang Tersangka. Karena pasal 21 ayat (1) KUHAP jelas mengandung sebuah filosofi dasar pertimbangan sebuah Keyakinan mutlak dari pejabat yang punya otoritas yaitu Penyidik, sebagaimana Hakim dalam memutuskan sebuah perkara juga dengan sebuah Keyakinan Hakim.” tutup Kembuan di Manado.
(*)